Senin, 13 Januari 2014

PATOLOGI-kuliah farmasi



BAB I
PENDAHULUAN

Jejas (injury): trauma/luka
Penyakit: merupakan manifestasi adanya defek/kerusakan struktur sel dan berkaitan dgn komposisi matrik ekstraseluler dimana sel itu berada pada tubuh yg normal terjadi keseimbangan (homeostasis) maupun koordinasi dlm mempertahankan keadaan fungsi normalnya.
Organ tubuh berdiferensiasi menjadi unsur penting disebut parenkim dan yg bersifat sebagai penyangga disebut stroma.
Substansi interseluler dalam jaringan disebut matrik.

4 macam sel berdasarkan fungsinya
1.      Sel jaringan epitel (ikatan antar sel erat, tdk dpt dilalui cairan), mensekresi ke perm langsung (mukosa); sebagian melalui sistem ductus/kelenjar (eksokrin); sebagian langsung ke darah (endokrin)
2.      Sel jaringan penghubung: mamproduksi substansi matriks ekstraseluler, bersifat protein, tugas:
a)      Menopang membrana basalis, bersama zat yg mrp produk gol lain  membentuk sel lemak, sel otot polos, sel tulang rawan, sel tulang.
b)      Memproduksi, memodifikasi dan remodeling tulang dan tulang rawan.  Dlm hal ini fibroblast berdiferensiasi menjadi osteoblas, osteosit, chondroblas dan chondrosit. Sel darah: eritrosit, Leukosit (monosit, netrofil, basofil, eosinofil)
3.      Sel jaringan otot: gerak kontraktil t.d: 1. otot skelet (rangka), corak/lurik seran lintang, 2. otot jantung, 3. otot polos, 4. mio-epitel (extoderm)
4.       Sel jaringan saraf di bagi 4 (iritabilitas & kapasitas hantaran impuls). Fungsi: Isolator tiap neuron (oligodendroglia), pemusnah debri-iritans (mikroglia), sawar jaringan otak dan repair (astrosit)

Variabel jejas meliputi: jenis (quality), intensitas dan periode
·         Jenis jejas:
1.      endogen: bersifat defek genetik, faktor imun, produksi hormonal tidak adekuat, hasil metabolisme tidak sempurna, proses menjadi tua.
2.      eksogen: agen kimiawi (zat kimia, obat (intoksikasi/hipersensitivitas); agen fisik(trauma, ionisasi, radiasi, listrik, suhu); agen biologik (infeksi mikroorganisme, virus, parasit, dsb).
·         Reaksi sel terhadap jejas, dpt berakibat berbeda-beda, berdasar:
intensitas dan periode jejas maka akan terjadi adaptasi yaitu penyesuaian terhadap lingkungannya.
Sel yg terkena jejas dpt mengalami kerusakan yg sifatnya:
a)      Reversibel: dapat mengalami serangkaian perubahan dua arah (dapat kembali seperti semula)
b)       Ireversibel: Tidak dapat kembali seperti keadaan semula.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Reaksi Sel Terhadap Jejas
Reaksi sel terhadap jejas dapat berakibat berbeda, berdasarkan perbedaan intensitas dan periode jejas, dapat disimpulkan dalam skema berikut, tanpa variabel jenis sel / jaringan.
Adaptasi = penyesuaian terhadap lingkungannya
Reversibel = dapat mengalami serangkaian perubahan dua arah
Ireversibel = tidak dapat dikembalikan seperti keadaan semula.
Apabila timbul jejas pada masa mudigah, sesuai intensitas dan periode jejas berlangsung, serta tahapan embriogenesis somatogenesis mudigah, dapat terjadi kegagalan secara total bila tahap blaste mamorula mengalami jejas letal seluler. Bila jejas subletal-letal terjadi bila pada tahapan somatogenesis-organogenesis, bayi lahir dengan kelainan kongenital yang dapat bersifat tunggal / multipel,unilateral atau bilateral. Bentuk kelainan konginetal dapat agenesis organ atau somatik, karena tidak ada analge (kancup embriogenesis organ tidak terbentuk), aplasi, bila anlage ada, tetapi tidak tumbuh (rudimenter) sehingga tidak dapat dikenal pada pencitraan secara radiologik organ tubuh viseral. Bentuk organ tubuh rudimenter tidak berfungsi, tidak berguna, hipoplasi, analge ada, tetapi dalam pertumbuhan tidak pernah mencapai ukuran normal. Bila kelainan seperti diuraikan diatas terjadi hanya pada salah satu organ yang berpasangan organ yang survive akan membesar, dan berusaha mengambil alih fungsi organ yang menderita kelainan, maka akan timbul kompensasi fungsional. Keadaan ini disebut sebagai hipertrofi kompensatorik. Bentuk reaksi sel jaringan organ / sistem tubuh terhadap jejas, bergantung pada banyak faktor seperti telah disinggung dalam introduksi.
Dari aspek perubahan fungsi dan atau struktur sel, sebagai berikut :
·         Retrogresif, bila terjadi proses kemunduran (degenerasi / kembali ke arah yang kurang kompleks),
·         Progresif (berkelanjutan, berjalan terus menuju keadaan lebih buruk untuk penyakit),
·         Adaptasi (penyesuaian) diantaranya atrofi, hipertrofi, hiperplasi,metaplasi.

B.     Mekanisme Umum
Sistem intrasel tertentu terutama rentan terhadap jejas sel:
a.       Pemeliharaan integritas membrane sel.
b.      Respirasi aerobik dan produksi ATP.
c.       Sintesis enzim dan protein berstruktur
d.      Preservasi integritas aparat genetik.
Sistem-sistem ini terkait erat satu dengan lain sehingga jejas pada saat kulkus membawa efek sekunder yang luas. konsekuensi jejas sel bergantungan kepada jenis lama dan kerasnya gen penyebab dan juga kepada jenis, status dan kemampuan adaptasi sel yang terkena. Perubahan marfologi jejas sel menjadi nyata setelah berperan system biokimia yang penting terganggu.
Empat aspek biokimia yang penting sebagai perantara jejas dan kematian sel:
a.       Radikal bebas berasal dari oksigen yang terbentuk pada banyak keaadan patologik dan menyebabkan efek yang merusak pada struktur dan fungsi sel.
b.      Hilangnya Homeotasis kalsium dan meningkatnya kalsium intra sel. Iskemi dantoksin tertentu menyebabkan masuknya ion kalium kedalam sel dan lepasnya ionkalsium dari mitokondria dan reticulum endoplasmic. Peningkatan kalsium sistolik mengaktifkan fosfolifase yang memecah fosfolifid membrane protease yang menguraikan protein membran dan sitoskeletal, ATPase yang mempercepat penguraian ATP dan endonukleas yang terkait dengan fragmentasi kromatin.
c.       Deplesi ATP karena dibutuhkan untuk proses yang penting seperti transportasi pada membran, sintesis protein dan pertukaran fosfolifid.
d.      Defek permeabilitas membran. Membran dapat dirusak langsung oleh toksinagen fisik dan kimia, komponen komplemen litik dan perforin atau secara tidak langsung seperti yang diuraikan pada kejadian sebelumnya.

2. Macam-Macam Adaptasi
Atrofi yaitu suatu pengecilan ukuran sel bagian tubuh yang pernah berkembang sempurna dengan ukuran normal, dapat bersifat baik fisiologik maupun patologik, umum atau lokal. Contohnya yaitu pada proses menjadi tua (aging), secara fisiologik seluruh bagian tubuh tampak mengecil secara bertahap, tanpa memberi gejala klinik yang drastis, kecuali yang berhubungan dengan penurunan aktifitas seksual dapat disertai gangguan emosional cukup serius pada individu tertentu.
Adanya penurunan aktifitas endokrin dengan cakupan pengaruh atas baik target sel maupun target organ yang berbeda, merupakan contoh atrofi umum dan lokal yang bersifat fisiologik (degenerasi senilis) atau patologik (disebabkan keadaan patologik, melisut pasca peradangan atau sebagai akibat pemakaian preparat hormonal tanpa kontrol sehingga timbul feed back mekanisme keadaan kurus kering sebagai akibat kurang makan berkepanjangan dapat menimbulkan kelainan patologik yang disebut marasmus (defisiensi cukup), emasiasi atauinanisi (menderita penyakit kronik berat, fungsi pencernaan melemah atau nafsumakan hilang).
Hipertrofi yaitu ukuran sel jaringan atau organ yang menjadi lebih besar daripada ukuran normalnya. Keadaan inipun dapat bersifat fisiologik dan patologik,umum atau lokal. Keadaan atrofi yang selalu diikuti penurunan fungsi bagian yang terkena, hipertrofi dapat memberi variasi fungsional yaitu : meningkat, normal,atau menurun. Hal ini dilandasi apa sebenarnya yang menimbulkan keadaan hipertofi.
Misalnya perbesaran ukuran organ terutama disebabkan oleh proliferasi selunsur stroma atau substansi antar sel, sel parenkim dapat terdesak, sehingga fungsi organ akan menurun. Keadaan ini disebut pula sebagai pseudo hipertrofi. Bila yang menjadi banyak atau membesar sel parenkim akan timbul peningkatan fungsi. Hipertrofi yang murni adalah yang terjadi pada jaringan yang terdiri atas sel permanen misalnya otot skelet pada jaringan yang terdiri atas sel permanen misalnya otot skelat pada binaragawan atau muskulus gastroknemius pada tukang becak, karena dipicu atau distimulus oleh peningkatan fungsi.
Hiperplasia, dapat disebabkan oleh adanya stimulus atau keadaan kekurangan sekret atau produksi sel terkait. Keadaan ini hanya dapat terjadi pada populasi labil (dalam keadaan siklus sel periodik,seperti sel lapis epidermis, sel darah) atau sel stabil (dalam keadaan tertentu masih mampu berproliperasi, misalnya sel hati,sel epitel kelenjar, sel otot polos dinding uterus), dan tidak terjadi pada selpermanen (sel otot skelet, sel saraf, sel otot jantung). Proses hiperplasi yang tidak terkontrol dapat mengalami transpormasi kearah pertumbuhan terus menerus, tidak terkoordinir, tidak berguna, bersifat paristik atas jaringan atau organ baik setempat maupun secara metabolik sistemik, disebut neoplasma.
Metaplasia adalah bentuk adaptasi terjadinya perubahan sel matus jenistertentu menjadi sel matur jenis lain. Epitel torak endoserviks daerah perbatasan dengan epitel skuamosa, adalah contoh yang sering diutarakan disamping epitelbronkus perokok. Sel dalam proses metaplastik polarisasai pertumbuhan sel reserve, sehingga menimbulkan keadaan yang disebut displasia, dengan 3 tahapan yaitu: Ringan, Sedang, Berat. Bila jejas atau iritan dapat diatasi, seluruh bentuk adaptasi dan displasi dapat pulih menjadi normal kembali. Tetapi apabila keadaan displasi berat tidak ditanggulangi, akan terjadi perubahan ganas intra-epitelial atauin situ (karsinoma tahap dini).
Degenerasi adalah keadaan terjadinya perubahan biokimia intraseluller yang disertai perubahan morfologik, akibat jejas non fatal pada sel. Pada telaah biomolekular terjadi proses penimbunan (storage) atau akumulasi cairan atau zat dalam organel sel, yang kemudian menyebabkan perubahan morfologi sel, terutama dalam sitoplasma, yang secara mikroskopik cahaya dengan proses pulasan rutin memberi kesan sel menggembung (bengkak), sitoplasma atau granuler kasar, sehingga disebut degenerasi keruh (cloudy swelling).
Kelainan metabolisme sel tahap ini sering ditemukan pada sel tubulus proksimalis ginjal, hati, jantung, dalam prodroma infeksi.
Dengan mikroskop elektron ditemukan kerusakan retikulum endoplasma dan filamen mitokondria, yang menimbulkan pragmentasi setelah proses pembengkakan maksimal kedua organel tidak tertoleransi lagi. Pragmen- partikel terbentuk mengandung unsur lipid dan protein, yang akan meningkatkan tekanan osmosis intrasel, sehingga komponen cairan ekstrasel masuk, dan terjadinya edema intrasel.
            Komponen protein dominan dalam proses ini adalah albumin, sehingga kemunduran sel yang terjadi disebut degenerasi albumin. Kemunduran bentuk ini masih reversibel. Tetapi apabila proses berlanjut atau disertai peningkatan intensitas jejas sel sampai dengan timbul pembengkakan vesikel, secara mikroskopik (cahaya atau elektron) tampak vakuol intrasel, kemunduran sel ini disebut degenerasi vakuoler atau degenerasi hidropik, yang pada umumnya masih bersifat reversibel. Degenerasi hidropik yang terjadi pada vili korialis, disebut mola hidatidosa, karena seluruh stroma vili yang avaskuler larut menjadi cairan mengisi bentuk vili yang menggembung mirip buah anggur atau kista hidatid (kehamilan buah anggur = hydatidiform mole). Penyebabnya ialah ovum patologik. Vili terbentuk afungsional, janin tidak dapat hidup. Karena batas kemunduran sel reversibel dan ireversibel sering tidak jelas, asumsi atas penggolongan reaksi sel terhadap jejas yang masih reversibel disebut degenerasi,yang ireversibel menuju kematian sel disebut nekrosis, kadang kurang tepat. Keadaan yang dapat menimbulkan afungsional sel secara mendadak sering belum menimbulkan kelainan morfologik-struktut sel / jaringan / sistem tubuh. Contoh terkena aliran listrik voltase tinggi, kematian penderita belum menimbulkan kelainan morfologik-struktural, sehingga pada otopsi klinik tidak ditemukan kelainan sel / jaringan / organ / sistem tubuh sebagai penyebab kematian mendadak (cause of sudden death). Dalam kepustakaan mutakhir, pada telaah reaksi biokimiawi secara teoritis dapat ditarik benang merah proses seluler reversibel dan ireversibel. Infiltrasi bentuk retrograsi dengan penimbunan metabolit sistemik pada sel normal (tidak mengalami jejas langsung seperti pada degenerasi). Dalam keadaan normal, sel tubuh manusia mengandung unsur utama bahan metabolisme tubuh,yang terdiri atas lemak/zat lipid, protein/asam amino, dan karbohidrat/glikogen-glukose, yang secara kuantitas (senyawa kimia) berbeda, bergantung kesatuan tugas fungsionalnya. Dalam keadaan normal zat metabolisme berada dalam sitoplasma, bila depo intrasel lebih dapat sampai dengan intra nukleus.Seperti pada proses degenerasi, apabila ada infiltrasi zat berlebihan melampaui batas kemampuan organel sel terkait, sel dapat pecah, debri sel akan ditanggulangi sistem makrofag (SRE : Sistem Retikulo Endotel), yang mempunyai daya fagositosis (memasukin partikel dalam fagolisosom / intrasitoplasma untuk didegrasi atau dinetralisasi untuk dimanfaatkan / disekresi. Bila tidak dapat didegradasi diamankan ditimbun dalam sistem gagolisosom) atau dapat langsung secara imbibisi-osmotik masuk sistem pembuluh darah sehingga secara serologik dapat dideteksi produk zat yang berlebih, yang yang merupakan komponen seluler pecah maupun zat-zat yang terdepo berlebih. Penimbunan baik pigmen endogen-eksogen maupun mineral dilandasi proses serupa dimana gangguan metabolisme seluler (primer : ada defek enzimatik seluler) atau gangguan metabolisme sistematik (sekunder : konsumsi oaral maupun pemberian intravaskuler berlebih).
Pada tahap awal proses primer dan sekunder dapat dibedakan secara morfologik, melihat deminasi depo intrasel terkait defek enzimatik (primer) atau dalam SRE (sekunder), tahap lanjut metabolisme manjadi rancu, karena telah disertai proses jaringan lokal dan atau sistemik yang dapat memperburuk-memperberat fungsi sel / jaringan secara timbal-balik, berantai, sukar dikenal secara morfologik.

BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
            Keadaan homeostasis mantap .sel bereaksi terhadap pengaruh yang merugikan dengan   cara:
1.      Beradaptasi
2.      Mempertahankan jejas tidak menetap
3.      Mengalami jejas menetap dan mati
Adaptasi sel terjadi bila stress fisiologik berlebihan atau suatu rangsangan yang patologik menyebabkan terjadinya keadaan baru yang berubah yang mempertahankan kelangsungan hidup sel.contohnya ialah  Hipertropi(pertambahan masa sel) atau atrofi (penyusutan masa sel),
            Jejas sel yang reversible menyatakan perubahan yang patologik yang dapat kembali ,bila rangsangannya dihilangkan atau bila penyebab jajes lemah .
            Jejas yang ireversibel merupakan perubahan patologik yang menetap dan menyebabkan kematian.
B.      Saran
            Jika sel terkena jejas maka akan melakukan adaptasi tersendiri yaitu dengan atropi, hipertropi, hyperplasia, metaplasia. Namun apabila jejas tersebut berat dan tubuh tidak dapat beradaptasi atau tidak dapat menahan, maka kemungkinan selakan mengalami kematian. Untuk memperkecil keparahan atau efek dari jejas, maka ada cara-cara untuk memperkecil itu semua. Dengan mengetahui kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan jejas maka setidaknya kita dapat menanggulangi efek dari jejas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar