BAB I
PENDAHULUAN
Jejas (injury):
trauma/luka
Penyakit: merupakan
manifestasi adanya defek/kerusakan struktur sel dan berkaitan dgn komposisi
matrik ekstraseluler dimana sel itu berada pada tubuh yg normal terjadi
keseimbangan (homeostasis) maupun koordinasi dlm mempertahankan keadaan fungsi
normalnya.
Organ tubuh
berdiferensiasi menjadi unsur penting disebut parenkim dan yg bersifat sebagai
penyangga disebut stroma.
Substansi interseluler
dalam jaringan disebut matrik.
4 macam sel berdasarkan fungsinya
1.
Sel jaringan epitel (ikatan antar sel
erat, tdk dpt dilalui cairan), mensekresi ke perm langsung (mukosa); sebagian
melalui sistem ductus/kelenjar (eksokrin); sebagian langsung ke darah
(endokrin)
2.
Sel jaringan penghubung: mamproduksi
substansi matriks ekstraseluler, bersifat protein, tugas:
a)
Menopang membrana basalis, bersama zat yg
mrp produk gol lain membentuk sel lemak, sel otot polos, sel tulang
rawan, sel tulang.
b)
Memproduksi, memodifikasi dan remodeling
tulang dan tulang rawan. Dlm hal ini fibroblast berdiferensiasi menjadi
osteoblas, osteosit, chondroblas dan chondrosit. Sel darah: eritrosit, Leukosit
(monosit, netrofil, basofil, eosinofil)
3.
Sel jaringan otot: gerak kontraktil t.d:
1. otot skelet (rangka), corak/lurik seran lintang, 2. otot jantung, 3. otot
polos, 4. mio-epitel (extoderm)
4.
Sel jaringan saraf di bagi 4
(iritabilitas & kapasitas hantaran impuls). Fungsi: Isolator tiap neuron
(oligodendroglia), pemusnah debri-iritans (mikroglia), sawar jaringan otak dan
repair (astrosit)
Variabel jejas meliputi:
jenis (quality), intensitas dan periode
·
Jenis jejas:
1.
endogen: bersifat defek genetik, faktor
imun, produksi hormonal tidak adekuat, hasil metabolisme tidak sempurna, proses
menjadi tua.
2.
eksogen: agen kimiawi (zat kimia, obat
(intoksikasi/hipersensitivitas); agen fisik(trauma, ionisasi, radiasi, listrik,
suhu); agen biologik (infeksi mikroorganisme, virus, parasit, dsb).
·
Reaksi sel terhadap jejas, dpt berakibat
berbeda-beda, berdasar:
intensitas dan periode
jejas maka akan terjadi adaptasi yaitu penyesuaian terhadap lingkungannya.
Sel yg terkena jejas dpt
mengalami kerusakan yg sifatnya:
a)
Reversibel: dapat mengalami serangkaian
perubahan dua arah (dapat kembali seperti semula)
b)
Ireversibel: Tidak dapat kembali
seperti keadaan semula.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Reaksi Sel Terhadap Jejas
Reaksi sel terhadap jejas dapat berakibat berbeda, berdasarkan perbedaan
intensitas dan periode jejas, dapat disimpulkan dalam skema berikut, tanpa
variabel jenis sel / jaringan.
Adaptasi = penyesuaian terhadap lingkungannya
Reversibel = dapat mengalami serangkaian perubahan dua arah
Ireversibel = tidak dapat dikembalikan seperti keadaan semula.
Apabila timbul jejas pada masa mudigah, sesuai intensitas dan periode jejas
berlangsung, serta tahapan embriogenesis somatogenesis mudigah, dapat terjadi
kegagalan secara total bila tahap blaste mamorula mengalami jejas letal
seluler. Bila jejas subletal-letal terjadi bila pada tahapan
somatogenesis-organogenesis, bayi lahir dengan kelainan kongenital yang dapat
bersifat tunggal / multipel,unilateral atau bilateral. Bentuk kelainan
konginetal dapat agenesis organ atau somatik, karena tidak ada analge (kancup
embriogenesis organ tidak terbentuk), aplasi, bila anlage ada, tetapi tidak
tumbuh (rudimenter) sehingga tidak dapat dikenal pada pencitraan secara
radiologik organ tubuh viseral. Bentuk organ tubuh rudimenter tidak berfungsi,
tidak berguna, hipoplasi, analge ada, tetapi dalam pertumbuhan tidak pernah
mencapai ukuran normal. Bila kelainan seperti diuraikan diatas terjadi hanya pada
salah satu organ yang berpasangan organ yang survive akan membesar, dan
berusaha mengambil alih fungsi organ yang menderita kelainan, maka akan timbul
kompensasi fungsional. Keadaan ini disebut sebagai hipertrofi kompensatorik.
Bentuk reaksi sel jaringan organ / sistem tubuh terhadap jejas, bergantung pada
banyak faktor seperti telah disinggung dalam introduksi.
Dari aspek perubahan fungsi dan atau struktur sel, sebagai berikut :
·
Retrogresif, bila terjadi proses
kemunduran (degenerasi / kembali ke arah yang kurang kompleks),
·
Progresif (berkelanjutan, berjalan terus
menuju keadaan lebih buruk untuk penyakit),
·
Adaptasi (penyesuaian) diantaranya atrofi,
hipertrofi, hiperplasi,metaplasi.
B. Mekanisme Umum
Sistem intrasel tertentu terutama rentan terhadap jejas sel:
a.
Pemeliharaan integritas membrane sel.
b.
Respirasi aerobik dan produksi ATP.
c.
Sintesis enzim dan protein berstruktur
d.
Preservasi integritas aparat genetik.
Sistem-sistem ini terkait erat satu dengan lain sehingga jejas pada saat
kulkus membawa efek sekunder yang luas. konsekuensi jejas sel bergantungan
kepada jenis lama dan kerasnya gen penyebab dan juga kepada jenis, status dan
kemampuan adaptasi sel yang terkena. Perubahan marfologi jejas sel menjadi
nyata setelah berperan system biokimia yang penting terganggu.
Empat aspek biokimia yang penting sebagai perantara jejas dan kematian sel:
a.
Radikal bebas berasal dari oksigen yang
terbentuk pada banyak keaadan patologik dan menyebabkan efek yang merusak pada
struktur dan fungsi sel.
b.
Hilangnya Homeotasis kalsium dan
meningkatnya kalsium intra sel. Iskemi dantoksin tertentu menyebabkan masuknya
ion kalium kedalam sel dan lepasnya ionkalsium dari mitokondria dan reticulum
endoplasmic. Peningkatan kalsium sistolik mengaktifkan fosfolifase yang memecah
fosfolifid membrane protease yang menguraikan protein membran dan sitoskeletal,
ATPase yang mempercepat penguraian ATP dan endonukleas yang terkait dengan
fragmentasi kromatin.
c.
Deplesi ATP karena dibutuhkan untuk proses
yang penting seperti transportasi pada membran, sintesis protein dan pertukaran
fosfolifid.
d.
Defek permeabilitas membran. Membran dapat
dirusak langsung oleh toksinagen fisik dan kimia, komponen komplemen litik dan
perforin atau secara tidak langsung seperti yang diuraikan pada kejadian
sebelumnya.
2. Macam-Macam Adaptasi
Atrofi yaitu suatu pengecilan ukuran sel bagian tubuh yang pernah berkembang
sempurna dengan ukuran normal, dapat bersifat baik fisiologik maupun patologik,
umum atau lokal. Contohnya yaitu pada proses menjadi tua (aging), secara
fisiologik seluruh bagian tubuh tampak mengecil secara bertahap, tanpa memberi
gejala klinik yang drastis, kecuali yang berhubungan dengan penurunan aktifitas
seksual dapat disertai gangguan emosional cukup serius pada individu tertentu.
Adanya penurunan aktifitas endokrin dengan cakupan pengaruh atas baik
target sel maupun target organ yang berbeda, merupakan contoh atrofi umum dan
lokal yang bersifat fisiologik (degenerasi senilis) atau patologik (disebabkan
keadaan patologik, melisut pasca peradangan atau sebagai akibat pemakaian
preparat hormonal tanpa kontrol sehingga timbul feed back mekanisme keadaan
kurus kering sebagai akibat kurang makan berkepanjangan dapat menimbulkan
kelainan patologik yang disebut marasmus (defisiensi cukup), emasiasi
atauinanisi (menderita penyakit kronik berat, fungsi pencernaan melemah atau
nafsumakan hilang).
Hipertrofi yaitu ukuran sel jaringan atau organ yang menjadi lebih besar daripada
ukuran normalnya. Keadaan inipun dapat bersifat fisiologik dan patologik,umum
atau lokal. Keadaan atrofi yang selalu diikuti penurunan fungsi bagian yang
terkena, hipertrofi dapat memberi variasi fungsional yaitu : meningkat,
normal,atau menurun. Hal ini dilandasi apa sebenarnya yang menimbulkan keadaan
hipertofi.
Misalnya perbesaran ukuran organ terutama disebabkan oleh proliferasi
selunsur stroma atau substansi antar sel, sel parenkim dapat terdesak, sehingga
fungsi organ akan menurun. Keadaan ini disebut pula sebagai pseudo hipertrofi.
Bila yang menjadi banyak atau membesar sel parenkim akan timbul peningkatan
fungsi. Hipertrofi yang murni adalah yang terjadi pada jaringan yang terdiri
atas sel permanen misalnya otot skelet pada jaringan yang terdiri atas sel
permanen misalnya otot skelat pada binaragawan atau muskulus gastroknemius pada
tukang becak, karena dipicu atau distimulus oleh peningkatan fungsi.
Hiperplasia, dapat disebabkan oleh adanya stimulus atau keadaan kekurangan sekret atau
produksi sel terkait. Keadaan ini hanya dapat terjadi pada populasi labil
(dalam keadaan siklus sel periodik,seperti sel lapis epidermis, sel darah) atau
sel stabil (dalam keadaan tertentu masih mampu berproliperasi, misalnya sel
hati,sel epitel kelenjar, sel otot polos dinding uterus), dan tidak terjadi
pada selpermanen (sel otot skelet, sel saraf, sel otot jantung). Proses
hiperplasi yang tidak terkontrol dapat mengalami transpormasi kearah
pertumbuhan terus menerus, tidak terkoordinir, tidak berguna, bersifat paristik
atas jaringan atau organ baik setempat maupun secara metabolik sistemik,
disebut neoplasma.
Metaplasia adalah bentuk adaptasi terjadinya perubahan sel matus jenistertentu
menjadi sel matur jenis lain. Epitel torak endoserviks daerah perbatasan dengan
epitel skuamosa, adalah contoh yang sering diutarakan disamping epitelbronkus
perokok. Sel dalam proses metaplastik polarisasai pertumbuhan sel reserve,
sehingga menimbulkan keadaan yang disebut displasia, dengan 3 tahapan yaitu:
Ringan, Sedang, Berat. Bila jejas atau iritan dapat diatasi, seluruh bentuk
adaptasi dan displasi dapat pulih menjadi normal kembali. Tetapi apabila
keadaan displasi berat tidak ditanggulangi, akan terjadi perubahan ganas
intra-epitelial atauin situ (karsinoma tahap dini).
Degenerasi adalah keadaan terjadinya perubahan biokimia intraseluller yang disertai
perubahan morfologik, akibat jejas non fatal pada sel. Pada telaah biomolekular
terjadi proses penimbunan (storage) atau akumulasi cairan atau zat dalam
organel sel, yang kemudian menyebabkan perubahan morfologi sel, terutama dalam
sitoplasma, yang secara mikroskopik cahaya dengan proses pulasan rutin memberi
kesan sel menggembung (bengkak), sitoplasma atau granuler kasar, sehingga
disebut degenerasi keruh (cloudy swelling).
Kelainan metabolisme sel tahap ini sering ditemukan pada sel tubulus
proksimalis ginjal, hati, jantung, dalam prodroma infeksi.
Dengan mikroskop elektron ditemukan kerusakan retikulum endoplasma dan
filamen mitokondria, yang menimbulkan pragmentasi setelah proses pembengkakan
maksimal kedua organel tidak tertoleransi lagi. Pragmen- partikel terbentuk
mengandung unsur lipid dan protein, yang akan meningkatkan tekanan osmosis
intrasel, sehingga komponen cairan ekstrasel masuk, dan terjadinya edema
intrasel.
Komponen protein dominan dalam
proses ini adalah albumin, sehingga kemunduran sel yang terjadi disebut degenerasi
albumin. Kemunduran bentuk ini masih reversibel. Tetapi apabila proses
berlanjut atau disertai peningkatan intensitas jejas sel sampai dengan timbul
pembengkakan vesikel, secara mikroskopik (cahaya atau elektron) tampak vakuol
intrasel, kemunduran sel ini disebut degenerasi vakuoler atau degenerasi
hidropik, yang pada umumnya masih bersifat reversibel. Degenerasi hidropik yang
terjadi pada vili korialis, disebut mola hidatidosa, karena seluruh stroma vili
yang avaskuler larut menjadi cairan mengisi bentuk vili yang menggembung mirip
buah anggur atau kista hidatid (kehamilan buah anggur = hydatidiform mole).
Penyebabnya ialah ovum patologik. Vili terbentuk afungsional, janin tidak dapat
hidup. Karena batas kemunduran sel reversibel dan ireversibel sering tidak
jelas, asumsi atas penggolongan reaksi sel terhadap jejas yang masih reversibel
disebut degenerasi,yang ireversibel menuju kematian sel disebut nekrosis,
kadang kurang tepat. Keadaan yang dapat menimbulkan afungsional sel secara
mendadak sering belum menimbulkan kelainan morfologik-struktut sel / jaringan /
sistem tubuh. Contoh terkena aliran listrik voltase tinggi, kematian penderita
belum menimbulkan kelainan morfologik-struktural, sehingga pada otopsi klinik
tidak ditemukan kelainan sel / jaringan / organ / sistem tubuh sebagai penyebab
kematian mendadak (cause of sudden death). Dalam kepustakaan mutakhir, pada
telaah reaksi biokimiawi secara teoritis dapat ditarik benang merah proses
seluler reversibel dan ireversibel. Infiltrasi bentuk retrograsi dengan
penimbunan metabolit sistemik pada sel normal (tidak mengalami jejas langsung
seperti pada degenerasi). Dalam keadaan normal, sel tubuh manusia mengandung
unsur utama bahan metabolisme tubuh,yang terdiri atas lemak/zat lipid,
protein/asam amino, dan karbohidrat/glikogen-glukose, yang secara kuantitas
(senyawa kimia) berbeda, bergantung kesatuan tugas fungsionalnya. Dalam keadaan
normal zat metabolisme berada dalam sitoplasma, bila depo intrasel lebih dapat
sampai dengan intra nukleus.Seperti pada proses degenerasi, apabila ada
infiltrasi zat berlebihan melampaui batas kemampuan organel sel terkait, sel
dapat pecah, debri sel akan ditanggulangi sistem makrofag (SRE : Sistem
Retikulo Endotel), yang mempunyai daya fagositosis (memasukin partikel dalam
fagolisosom / intrasitoplasma untuk didegrasi atau dinetralisasi untuk
dimanfaatkan / disekresi. Bila tidak dapat didegradasi diamankan ditimbun dalam
sistem gagolisosom) atau dapat langsung secara imbibisi-osmotik masuk sistem
pembuluh darah sehingga secara serologik dapat dideteksi produk zat yang
berlebih, yang yang merupakan komponen seluler pecah maupun zat-zat yang
terdepo berlebih. Penimbunan baik pigmen endogen-eksogen maupun mineral
dilandasi proses serupa dimana gangguan metabolisme seluler (primer : ada defek
enzimatik seluler) atau gangguan metabolisme sistematik (sekunder : konsumsi
oaral maupun pemberian intravaskuler berlebih).
Pada
tahap awal proses primer dan sekunder dapat dibedakan secara morfologik,
melihat deminasi depo intrasel terkait defek enzimatik (primer) atau dalam SRE
(sekunder), tahap lanjut metabolisme manjadi rancu, karena telah disertai
proses jaringan lokal dan atau sistemik yang dapat memperburuk-memperberat
fungsi sel / jaringan secara timbal-balik, berantai, sukar dikenal secara
morfologik.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Keadaan homeostasis mantap .sel bereaksi
terhadap pengaruh yang merugikan dengan cara:
1. Beradaptasi
2. Mempertahankan jejas tidak menetap
3. Mengalami jejas menetap dan mati
Adaptasi sel terjadi bila stress fisiologik
berlebihan atau suatu rangsangan yang patologik menyebabkan terjadinya keadaan
baru yang berubah yang mempertahankan kelangsungan hidup sel.contohnya ialah Hipertropi(pertambahan masa sel) atau atrofi
(penyusutan masa sel),
Jejas sel yang reversible menyatakan
perubahan yang patologik yang dapat kembali ,bila rangsangannya dihilangkan
atau bila penyebab jajes lemah .
Jejas yang ireversibel merupakan perubahan
patologik yang menetap dan menyebabkan kematian.
B.
Saran
Jika sel terkena jejas maka akan
melakukan adaptasi tersendiri yaitu dengan atropi, hipertropi, hyperplasia,
metaplasia. Namun apabila jejas tersebut berat dan tubuh tidak dapat beradaptasi
atau tidak dapat menahan, maka kemungkinan selakan mengalami kematian. Untuk
memperkecil keparahan atau efek dari jejas, maka ada cara-cara untuk
memperkecil itu semua. Dengan mengetahui kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan
jejas maka setidaknya kita dapat menanggulangi efek dari jejas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar